Klasifikasi Tanah

Sistem Klasifikasi Tanah: Pengertian dan Jenisnya

Last Updated: March 15, 2025By Tags:

Artikel ini akan mengupas secara komprehensif tentang klasifikasi tanah, mencakup definisi, berbagai jenis, dan sistem klasifikasi yang digunakan secara internasional.

Klasifikasi tanah memiliki peran krusial dalam berbagai bidang termasuk pertanian, teknik sipil, dan ilmu lingkungan, yang menyediakan cara sistematis untuk mengkategorikan tanah berdasarkan sifat fisik, kimia, dan biologisnya.

Kita akan mengkaji sistem klasifikasi tanah utama seperti AASHTO, USCS, dan USDA, sambil membahas sifat-sifat fundamental tanah yang menjadi dasar untuk metode klasifikasi ini.

Pengertian dan Dasar Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah merupakan pengelompokan tanah berdasarkan sifat dan karakteristik tertentu yang bertujuan untuk mempermudah identifikasi dan pengelolaan tanah.

Tanah sendiri adalah lapisan permukaan bumi berupa himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang tersementasi satu sama lain disertai zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel padat tersebut.

Sebagai medium alam yang kompleks, tanah terbentuk melalui proses pelapukan batuan baik secara fisik maupun kimia.

Proses pembentukan tanah secara fisik terjadi karena pengaruh erosi, angin, air, es, aktivitas manusia, dan perubahan suhu, sementara pembentukan secara kimia dipengaruhi oleh oksigen, karbondioksida, dan air yang mengandung asam atau alkali.

Para ahli telah mendefinisikan tanah dengan berbagai perspektif sesuai bidang keilmuannya.

  • Menurut Hardiyatmo (2006), menjelaskan bahwa tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas yang terletak di atas batu dasar.
  • Menurut Das (1991), mendefinisikan tanah sebagai material yang terdiri dari agregat mineral-mineral padat yang tersementasi satu sama lain dan dari bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.
  • Menurut Fauizek dkk (2018), menambahkan bahwa tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh air, udara, dan berbagai organisme.
  • Menurut Apriliyandi (2017), tanah adalah ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-ngendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun yang lainnya.

Klasifikasi tanah menjadi fundamental dalam berbagai bidang seperti teknik sipil, pertanian, perencanaan tata guna lahan, dan konservasi tanah.

Sistem klasifikasi tanah yang efektif memungkinkan para praktisi untuk mengomunikasikan sifat dan perilaku tanah dengan cara yang terstandarisasi.

Dalam konteks pembangunan infrastruktur, klasifikasi tanah membantu insinyur memahami kemampuan tanah untuk mendukung struktur, menentukan metode konstruksi yang tepat, dan memprediksi masalah potensial yang mungkin muncul.

Dalam bidang pertanian, klasifikasi tanah membantu petani menentukan jenis tanaman yang sesuai, kebutuhan irigasi, dan praktek pengelolaan tanah yang optimal.

Partikel-Partikel Penyusun Tanah

Untuk memahami klasifikasi tanah dengan baik, kita perlu mengetahui partikel-partikel yang menyusun tanah. Tanah merupakan campuran beberapa partikel yang terdiri dari partikel padat, air, dan udara. Dari ketiga unsur penyusun tanah tersebut, yang paling berpengaruh terhadap sifat-sifat teknis tanah adalah air dan partikel padat, sementara udara hanya mengisi rongga yang terdapat di dalam tanah.

Pemahaman tentang komposisi partikel ini sangat penting karena menjadi dasar dalam berbagai sistem klasifikasi tanah yang digunakan saat ini.

Menurut Fauizek dkk (2018), beberapa partikel yang terkandung di tanah antara lain berangkal (boulders), kerakal (cobbles), kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), lempung (clay), dan koloid (colloids).

  • Berangkal merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal.
  • Kerikil adalah partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
  • Pasir merupakan partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
  • Lanau adalah partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.
  • Lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm dan merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.
  • Koloid adalah partikel mineral yang diam yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm. Ukuran partikel ini memiliki signifikansi besar dalam klasifikasi tanah, karena proporsi relatif dari partikel-partikel ini menentukan sifat fisik dan mekanis tanah, seperti permeabilitas, kekuatan geser, dan kompresibilitas.

Distribusi ukuran partikel dalam tanah biasanya ditentukan melalui analisis ayakan untuk partikel yang lebih besar dan analisis hidrometer untuk partikel yang lebih kecil.

Hasil dari analisis ini kemudian digunakan dalam berbagai sistem klasifikasi tanah untuk menentukan kategori tanah berdasarkan teksturnya.

Pemahaman tentang distribusi ukuran partikel ini sangat penting dalam rekayasa geoteknik, karena mempengaruhi bagaimana tanah akan berperilaku di bawah beban atau ketika terkena air.

Jenis-jenis Tanah dan Karakteristiknya

Jenis Tanah Humus

Jenis Tanah Humus

Sistem klasifikasi tanah tidak hanya bergantung pada ukuran partikel, tetapi juga mempertimbangkan asal-usul dan karakteristik tanah.

Soepraptohardjo (1976) mengklasifikasikan tanah secara umum ke dalam beberapa jenis berdasarkan proses pembentukannya dan sifat-sifatnya.

Pemahaman tentang jenis-jenis tanah ini penting dalam berbagai aplikasi, mulai dari pertanian hingga konstruksi.

  • Tanah Humus adalah jenis tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. Tanah jenis ini kaya akan bahan organik dan memiliki kemampuan menahan air yang baik.
  • Tanah Pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil. Tanah ini memiliki drainase yang baik tetapi kapasitas menahan air dan nutrisi yang rendah.
  • Tanah Aluvial atau Tanah Endapan adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah. Tanah ini memiliki sifat yang subur dan cocok untuk lahan pertanian karena kaya akan mineral dan nutrisi.
  • Tanah Podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah atau dingin.
  • Tanah Vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.
  • Tanah Laterit merupakan tanah yang tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi.
  • Tanah Mediteran adalah tanah yang sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan kapur.
  • Tanah Organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa.

Jenis-jenis tanah ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda, yang mempengaruhi penggunaannya dalam berbagai konteks.

Dalam konteks klasifikasi tanah untuk keperluan teknik, pemahaman tentang sifat-sifat tanah seperti plastisitas, kohesi, dan kekuatan geser menjadi sangat penting.

Tanah lempung, misalnya, memiliki sifat kohesif yang tinggi tetapi permeabilitas yang rendah, sementara tanah pasir memiliki sifat non-kohesif dengan permeabilitas tinggi.

Perbedaan karakteristik ini mempengaruhi bagaimana tanah berperilaku dalam konstruksi dan bagaimana tanah tersebut diklasifikasikan dalam berbagai sistem.

Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Klasifikasi tanah AASHTO

Klasifikasi tanah AASHTO

Salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan dalam bidang konstruksi jalan adalah sistem klasifikasi tanah AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials Classification).

Sistem klasifikasi tanah AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan, subbase, dan subgrade.

Sistem ini membagi tanah ke dalam 8 kelompok, A-1 sampai A-7 termasuk sub-sub kelompok, dan tanah-tanah dalam tiap kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris.

Pengujian yang dilakukan dalam sistem klasifikasi tanah AASHTO meliputi analisis saringan dan batas-batas Atterberg.

Sistem ini didasarkan pada kriteria ukuran butir dan plastisitas.

  • Ukuran butir dibagi menjadi kerikil, pasir, lanau, dan lempung. Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan diameter 2 mm. Pasir adalah bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada ayakan diameter 0,0075 mm. Lanau dan lempung adalah bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 0,0075 mm.
  • Kriteria plastisitas dalam sistem klasifikasi tanah AASHTO menentukan apakah tanah berlanau atau berlempung. Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.
  • Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam contoh tanah yang akan diuji, batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Sistem klasifikasi tanah AASHTO terutama digunakan dalam pekerjaan jalan raya dan jembatan.

Dalam sistem ini, tanah dengan klasifikasi A-1, A-2, dan A-3 umumnya dianggap sebagai material yang baik untuk lapisan subgrade jalan, sementara tanah dengan klasifikasi A-4 hingga A-7 dianggap kurang baik.

Indeks kelompok (group index) digunakan sebagai indikator kualitas tanah, dengan nilai yang lebih tinggi menunjukkan kualitas yang lebih rendah.

Sistem klasifikasi tanah ini membantu insinyur dalam memilih material yang tepat untuk konstruksi jalan dan menentukan metode penanganan yang sesuai untuk tanah-tanah problematik.

Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Sistem Klasifikasi Tanah Unified Soil Classification System (USCS) adalah sistem klasifikasi tanah yang awalnya diperkenalkan oleh Casagrande pada tahun 1942 untuk digunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang.

Sistem klasifikasi tanah USCS telah banyak digunakan dalam berbagai proyek rekayasa geoteknik dan diadopsi oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah untuk tujuan rekayasa.

Pada sistem klasifikasi tanah USCS, tanah dibedakan atas tiga kelompok besar, yaitu tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), tanah berbutir halus (fine-grained-soil), dan tanah organik.

  • Tanah berbutir kasar, adalah tanah yang kurang dari 50% materialnya lolos saringan No. 200, yaitu tanah berkerikil dan berpasir. Simbol kelompok ini dimulai dari huruf awal G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
  • Tanah berbutir halus, dalam sistem klasifikasi tanah USCS adalah tanah yang lebih dari 50% materialnya lolos saringan No. 200, yaitu tanah berlanau dan berlempung. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau anorganik, C untuk lempung anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi.
  • Tanah organik, secara laboratorium dapat ditentukan jika perbedaan batas cair tanah contoh yang belum dioven dengan yang telah dioven sebesar lebih dari 25%.

Sistem klasifikasi tanah USCS juga menggunakan simbol-simbol tambahan untuk memberikan informasi lebih detail tentang tanah.

Simbol W digunakan untuk gradasi baik (well graded), P untuk gradasi buruk (poorly graded), L untuk plastisitas rendah (low plasticity), dan H untuk plastisitas tinggi (high plasticity).

Kombinasi simbol-simbol ini memberikan informasi lebih spesifik tentang karakteristik tanah, seperti SW untuk pasir bergradasi baik, SP untuk pasir bergradasi buruk, ML untuk lanau dengan plastisitas rendah, dan CH untuk lempung dengan plastisitas tinggi.

Sistem klasifikasi tanah USCS sangat berguna dalam bidang rekayasa geoteknik karena memberikan informasi yang lebih detail tentang sifat-sifat teknis tanah.

Klasifikasi ini membantu insinyur dalam memprediksi perilaku tanah dalam berbagai kondisi pembebanan dan lingkungan, serta dalam merancang fondasi dan struktur tanah yang tepat.

Sistem ini juga memfasilitasi komunikasi yang efektif antara para profesional rekayasa tentang karakteristik dan perilaku tanah.

Sistem Klasifikasi Tanah USDA

Klasifikasi Tanah USDA

Klasifikasi Tanah USDA

Sistem klasifikasi tanah USDA (United States Department of Agriculture) adalah sistem taksonomi tanah yang mulai dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat sejak 1951.

Sistem ini awalnya dikenal dengan nama seventh approximation dan pada tahun 1975 dikenal dengan soil taxonomy1.

Berbeda dengan sistem klasifikasi tanah AASHTO dan USCS yang fokus pada aspek rekayasa, sistem klasifikasi tanah USDA lebih berfokus pada aspek pertanian dan ilmu tanah.

Sistem klasifikasi tanah USDA bersifat alami yang berdasarkan karakteristik tanah yang teramati dan terukur (morfometrik) dan dipengaruhi oleh faktor genesis.

Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pasir, lanau, dan lempung.

  • Pasir merupakan butiran dengan diameter 2,0 – 0,05 mm
  • Lanau merupakan butiran dengan diameter 0,05 – 0,002 mm
  • Lempung merupakan butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm

Dalam sistem klasifikasi tanah USDA, proporsi relatif dari pasir, lanau, dan lempung dalam tanah digunakan untuk menentukan kelas tekstur tanah.

Sistem ini menggunakan segitiga tekstur tanah untuk mengklasifikasikan tanah ke dalam 12 kelas tekstur utama, seperti pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berlanau, lanau, dan sebagainya.

Tekstur tanah memiliki implikasi penting terhadap sifat-sifat tanah seperti kapasitas menahan air, permeabilitas, aerasi, dan kesuburan.

Selain tekstur, sistem klasifikasi tanah USDA juga mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti suhu tanah, rezim kelembaban, kandungan bahan organik, dan perkembangan horizon tanah.

Sistem ini mengklasifikasikan tanah ke dalam enam level taksonomi, yaitu ordo, subordo, great group, subgroup, famili, dan seri.

Saat ini, sistem klasifikasi tanah USDA mengidentifikasi 12 ordo tanah utama, yaitu Alfisols, Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols, Spodosols, Ultisols, dan Vertisols.

Sistem klasifikasi tanah USDA sangat penting dalam bidang pertanian, konservasi tanah, dan pengelolaan lingkungan.

Klasifikasi ini membantu dalam menentukan kesesuaian tanah untuk berbagai jenis tanaman, praktek pengelolaan tanah yang tepat, dan strategi konservasi yang efektif.

Sistem ini juga memberikan kerangka kerja untuk memahami distribusi dan evolusi tanah di berbagai lanskap dan ekosistem.

Pentingnya Klasifikasi Tanah dalam Aplikasi Praktis

Klasifikasi tanah memiliki peran penting dalam berbagai bidang aplikasi praktis.

Dalam bidang teknik sipil, klasifikasi tanah digunakan untuk menentukan kesesuaian tanah sebagai material konstruksi, mengestimasi kapasitas dukung tanah untuk fondasi, dan memprediksi perilaku tanah selama konstruksi dan setelah konstruksi selesai.

Sistem klasifikasi tanah seperti AASHTO dan USCS sangat berguna dalam konteks ini karena memberikan informasi tentang sifat-sifat teknis tanah yang relevan.

Dalam bidang pertanian, klasifikasi tanah membantu petani dan ahli agronomi dalam menentukan jenis tanaman yang sesuai untuk ditanam pada tanah tertentu, merancang sistem irigasi yang efisien, dan mengembangkan strategi pemupukan yang optimal.

Sistem klasifikasi tanah USDA sangat berguna dalam konteks ini karena memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti tekstur, struktur, pH, dan kandungan bahan organik.

Klasifikasi tanah juga penting dalam bidang lingkungan dan konservasi.

Pemahaman tentang jenis dan karakteristik tanah membantu dalam merancang strategi pengendalian erosi, rehabilitasi lahan terdegradasi, dan restorasi ekosistem.

Dalam konteks perubahan iklim, klasifikasi tanah memberikan informasi penting tentang kapasitas tanah dalam menyimpan karbon dan perannya dalam siklus biogeokimia.

Dalam perencanaan tata guna lahan dan pengembangan wilayah, klasifikasi tanah membantu dalam menentukan kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan, seperti pertanian, kehutanan, permukiman, dan industri.

Informasi tentang jenis dan karakteristik tanah sangat penting untuk mengoptimalkan penggunaan lahan dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi tanah merupakan aspek fundamental dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan tanah.

Sistem klasifikasi tanah yang berbeda-beda, seperti AASHTO, USCS, dan USDA, memberikan perspektif yang berbeda tentang tanah sesuai dengan fokus dan tujuan masing-masing bidang.

Pemahaman yang komprehensif tentang berbagai sistem klasifikasi tanah ini sangat penting bagi para profesional yang bekerja dengan tanah untuk mengoptimalkan penggunaan dan pengelolaan tanah dalam konteks yang spesifik.

Share This Story, Choose Your Platform!

editor's pick

latest video

news via inbox

Nulla turp dis cursus. Integer liberos  euismod pretium faucibua